Ekonomi Dan Bisnis
Sunday, May 25, 2014
Sewa Helikopter, Solusi Atasi Kemacetan
Kota-kota besar apalagi seperti Jakarta memang tidak bisa lepas dari kemacetan. Terlebih saat hari kerja. Namun, para pebisnis selalu punya solusi. Karena pebisnis lebih memilih transportasi yang menguras uang, ketimbang menguras waktu.
Helikopter, alat transportasi satu ini memang masih belum familiar di masyarakat. Harganya yang mahal menjadikan helikopter hanya akrab di kalangan kaum jetset yang lekat dengan dunia bisnis. Lalu, berapa banyak uang yang harus dihabiskan untuk menikmati moda transportasi ini?
Lantaran harganya yang mahal, para pengguna helikopter sebagian besar lebih memilih untuk menyewa alat transportasi berbaling-baling ini ketimbang memilikinya. Biaya sewa ini sudah termasuk all ini one, yang di dalamnya terdapat biaya bahan bakar hingga keperluan-keperluan lain.
Tarif sewa sangat bervariasi, untuk helikopter ukuran besar atau big yang dapat digunakan untuk delapan orang penumpang dibandrol harga sewa sebesar USD 5000 - 8000 per jam.
Friday, November 15, 2013
Sewa Helikopter Untuk Keperluan Medis
Sebagai salah satu alat transportasi, helikopter
merupakan angkutan yang cukup efektif menjangkau medan nan berat. Karena, salah
satu jenis burung besi ini bisa mendarat di mana saja tanpa perlu adanya
landasan.
Nah, lantaran efektif, banyak korporasi dan perusahaan
meliriknya sebagai salah satu angkutan yang diandalkan untuk keperluan medis
diperusahaan mereka. Salah satu pelaku usaha ini adalah Whitesky Aviation.
Perusahaan ini. Menurut Denon Prawiraatmadja, CEO Whitesky Aviation, ceruk
pasar dibisnis ini makin terbuka lebar.
Misalnya saja bisnis pertambangan minyak atau rigg offshore, tambang batubara,
perkebunan kelapa sawit, kehutanan Pasalnya, bisnis-bisnis tersebut banyak
terdapat dimedan yang berat untuk dilalui. Bahkan ada juga klien yang harus
dirujuk ke negara tetangga, dan menggunakan pesawat helikopter.
"Whitesky Aviation sendiri saat ini sudah meneken
kontrak dengan beberapa perusahaan eksplorasi minyak untuk keperluan layanan
helikopter medis ini," lanjut Denon. Dalam sebulan, perusahaan ini bisa 5
- 8 kali terbang.
Biaya sewa helikopter dihitung dari mulai bergeraknya helikopter sampai wilayah tujuan, kemudian lamanya observasi wilayah tujuan dan lamanya perjalanan pulang dari wilayah tujuan ke Bandara Halim, Jakarta Timur.
"Prospek bisnis ini sangat bagus. Karena
perusahaan sangat memperhatikan kesehatan dan keselamatan para karyawan mereka
dilapangan. Perusahaan kami menawarkan ketepatan waktu untuk jasa helicopter medis
ini," tambah Denon.
Monday, November 11, 2013
INACA vows to improve safety, security ahead of ASEAN Open Sky Policy 2015
INACA Board 2013-2016 (Left - Right) Denon Prawiraatmadja-Vice Chairman, Arif Wibowo-Chairman, Herry Bakti (Dirjen Perhubungan Udara), Bayu Sutanto-Vice Chairman |
The Jakarta Post: Newly appointed Indonesian National Air Carriers
Association (INACA) chief Arif Wibowo says the association under his leadership
has vowed to improve the country’s levels of aviation security and safety as
part of the preparations for the ASEAN Open Sky Policy in 2015.
“We will join forces with the government to tackle
these two issues,” Arif said on Saturday.
Arif, who is currently PT Citilink Indonesia’s CEO, has
replaced Indonesia’s flag carrier airline Garuda Indonesia’s president director
Emirsyah Satar as INACA chief for the 2013-2016 tenure.
According to the International Civil Aviation
Organization (ICAO), Indonesia is still in the Catch 2 category for security
and safety while several other Asian countries such as Malaysia, Singapore,
Thailand and Vietnam have secured the higher Catch 1 category.
To date, only Garuda Indonesia has secured the IATA
Operational Safety Audit (IOSA) out of 12 airlines that operate in the country.
As for airports, according to Bayu Sutanto of INACA, there are only five
airports that have been declared international airports by the government and
have met the requirements for the upcoming open sky policy. The airports are Kuala Namu in North Sumatra,
Soekarno-Hatta in Jakarta, Djuanda in Surabaya, Ngurah Rai in Bali and Sultan
Hasanuddin in Makassar.
Meanwhile, Denon Prawiraatmadja Chairman of Unscheduled
Flight INACA give his optimism regarding the market in South East Asia,
especially Indonesia.
“A lot of global business player seek their opportunities
to open their business in South East Asia, especially Indonesia. The demand of
private air chartered also increase. The opportunities comes from tourism,
medical transportation, and business transport” Said Denon. (dic)
Sunday, September 22, 2013
Menghadapi Redenominasi Uang Rupiah
![](file:///C:\Users\win7\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.jpg)
(Ilustrasi)
Redenominasi
rupiah oleh Bank Indonesia segera dimulai. Masyarakat harus mengantisipasinya
dengan tepat, dan mengambil tindakan sendiri.
Pelaksanaan redenominasi
rupiah sudah semakin dekat. Meski belum ada dasar hukumnya, BI sudah
menyosialisasikan rancangan rupiah baru. RUU Redenominasi sudah hampir pasti
akan digolkan akhir 2013 ini, hingga redenominasi dapat dimulai sesuai rencana,
yaitu awal 2014. Dalam hal ini Pemerintah dan DPR hanya diperlukan sebagai
pemberi legitimasi legal saja, sebab BI, sebagai entitas di luar Pemerintahan
RI, memiliki kebebasan penuh mengambil keputusan kebijakan moneter, yang tidak
dapat dihalangi oleh pemerintah dan DPR.
Dua tahun lalu, Wakil
Presiden RI, Bapak Boediono, yang merupakan mantan Gubernur BI pun sudah
menegaskan: “Bahwa itu adalah kewenangan Bank Indonesia!” Tentu saja. BI adalah
bagian dari International Monetary Fund (IMF), bukan dari Pemerintah Republik
Indonesia. Kini yang dilakukan oleh para pejabat BI adalah meyakinkan
masyarakat bahwa redenominasi berbeda dengan sanering. Bahwa penghilangan tiga
angka 0 pada rupiah tidak mengubah nilai tukarnya.
Benarkah
klaim BI tersebut?
Anda harus memahami makna
redenominasi yang sebenarnya. Sebab, Andalah yang menerima akibatnya, bukan
mereka. Anda perlu memahami tindakan yang bisa diambil untuk menyelamatkan
harta benda pribadi dan keluarga. Kalau redenominasi itu dilaksanakan, atau
selama masa rencana ini, apa yang bisa Anda lakukan?
Memahami
Redenominasi
Redenominasi adalah teknik
baru para bankir dalam merekalibrasi mata uang. Langkah ini dilakukan karena
dua alasan (1) inflasi atau (2) devaluasi. Atau, kalau bukan karena keduanya,
karena alasan geopolitik tertentu. Ini terjadi, misalnya, ketika berbagai bankir
di Eropa bersepakat untuk memiliki mata uang regional euro, yang mengharuskan
tiap negara Uni Eropa merekalibrasi mata uang nasional masing-masing. Ini
adalah upaya pengendalian seluruh masyarakat setempat di bawah satu kekuasan
bankir tertentu.
Bila redenominasi itu
dilakukan karena inflasi, maka ada dua variasi, yaitu hiperinflasi atau inflasi
sangat tinggi dalam tempo singkat, atau inflasi kronis, yaitu inflasi yang
terus-menerus terjadi dalam waktu panjang.
Secara teknis redenominasi
mata uang nasional adalah rekalibrasi mata uang suatu negara dengan cara
mengganti currency unit mata uang lama (yang berlaku) dengan mata uang yang
baru, yang dipakai sebagai 1 unit mata uang. Bedanya dengan devaluasi adalah
pada yang terakhir ini unit rekalibrasinya adalah mata uang asing, umumnya
dolar AS. Kalau inflasinya sangat besar, maka rasioanya juga akan besar, bisa
kelipatan 10, 100, 1000, atau lebih besar lagi. Dalam hal ini, proses itu lalu
disederhanakan, dan disebut sebagai “penghilangan angka nol”. Dalam hal euro
rekalibrasi dilakukan atas berbagai mata uang nasional terhadap satu mata uang
tunggal baru, yaitu euro.
Nasib
Rupiah Dalam Sejarah
Sepanjang umurnya yang 68
tahunan rupiah sudah mengalami berkali-kali rekalibrasi. Yang dicatat dalam
buku sejarah di sekolah adalah saat rezim Orde Lama pada 31 Desember 1965,
memangkas nilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Istilah yang populer untuk peristiwa ini
adalah sanering. Penyebabnya adalah hiperinflasi. Sesudah Orde Lama jatuh,
selama kurun pemerintah Orde Baru, rupiah juga mengalami berkali-kali
rekalibrasi, dengan istilah berbeda, yakni devaluasi. Dalam beberapa tahun awal
keberadaan Republik Indonesia rupiah juga sudah mengalami beberapa kali
rekalibrari.
Begitu Indonesia diakui
kemerdekaannya, 1949, rupiah dipatok sebesar 3.8 per dolar AS. Sesudah melorot
sampai Rp 11.4 per dolar pada 1952 (saat ORI diganti menjadi Uang Bank
Indonesia), dan terus melorot sampai Rp 45, melesat menjadi Rp 0,25 pada 1965,
berkat sanering Soekarno. Selama Orde Baru, atas desakan IMF dan Bank Dunia
rupiah berkali-kali didevaluasi. Pada 1970 menjadi Rp 378, pada 1971 menjadi Rp
415, pada 1978 merosot lagi 55%, menjadi lebih dari Rp 625 per dolar AS;
didevaluasi lagi pada September 1983, 45%, menjadi Rp 970 per dolar AS. Pada
1986 bertengger di Rp 1.660/dolar AS.
Dari waktu ke waktu nilai
tukar rupiah lalu terus mengalami depresiasi sampai mencapai angka sekitar Rp
2.200 per dolar AS sebelum ‘Krismon’ 1997. Nilai rupiah kemudian ‘terjun bebas’
pertengahan 1997, dan sejak itu terus terombang-ambing – lagi-lagi atas kemauan
IMF dan Bank Dunia – dalam sistem kurs mengambang (floating rate), dengan titik
terendah yang pernah dicapai sebesar Rp 16.000 per dolar AS, di awal 1998, dan
saat ini fluktuatif di sekitar Rp 9.500-Rp 10.000 per dolar AS.
Jadi, munculnya gagasan
untuk rekalibrasi rupiah kali ini, dengan cara redenominasi melalui
penghilangan tiga angka nol-nya, yakni mata uang Rp 1.000 menjadi Rp 1,
penyebabnya tiada lain adalah inflasi kronis. Tetapi bagi masyarakat umum
apakah ada perbedaan implikasinya antara sanering, devaluasi, dan redenominasi?
Secara substansial, tentu
saja, tidak ada bedanya. Ketiganya hanya bermakna bahwa mata uang rupiah kita
semakin kehilangan daya belinya. Arti kongkritnya adalah masyarakat yang
memegang rupiah semakin hari semakin miskin. Dalam rentang dua tahun terakhir
saja, sejak isu redenominasi dilontarkan 2010 lalu, dibandingkan saat ini
(2013), kalau diukur dengan nilai telor ayam saja, rupiah telah kehilangan
lebih dari 25% daya belinya. Dua tahun lalu Rp 100.000 mendapatkan 7 kg telor
ayam, hari ini cuma 5 kg. Tidak ada bedanya apakah rupiah itu diberi lima angka
0 (Rp 100.000) ataukah digunduli hanya dengan dua angka 0 (Rp 100) hasil
redenominasi. Daya belinya sudah tergerus 25% dalam dua tahun.
Penghilangan angka nol itu
sejatinya dilakukan karena dua alasan. Pertama, alasan teknis, kerepotan dalam
berbagai aspek pengelolaan mata uang dengan angka nominal besar. Kedua, alasan
psikologis atau tepatnya psikis, karena pada titik tertentu masyarakat tidak
akan bisa manerima harga dengan nominal yang sangat besar. Tetapi, tujuan
mendasarnya, adalah menutupi kegagalan mata uang kertas untuk mempertahankan
daya belinya. Redenominasi hanya menyembunyikan penyakit sejatinya, yaitu
depresiasi. Penyakit inflasi (akut atau kronis) atau tepatnya penurunan daya
beli mata uang kertas (depresiasi) bukan cuma diderita oleh rupiah. Semua mata
uang kertas mengalaminya. Dolar AS telah kehilangan daya belinya lebih dari 95%
dalam kurun 40 tahun. Euro, hasil rekalibrasi geopolitis, yang konon merupakan
mata uang terkuat saat ini, dalam sepuluh tahun terakhir, kehilangan sekitar
70% daya belinya. Rupiah? Lebih dari 99,9% daya belinya telah lenyap dalam 65
tahun ini. Maka, fungsi rekalibrasi sebenarnya hanyalah untuk menutupi cacat bawaan
uang kertas ini. Hingga publik tidak merasakan bahwa dalam kurun 68 tahun
Indonesia merdeka, kita telah dipermiskin sebanyak 275 ribu kali!
Rekalibrasi mata uang
kertas adalah senjata utama para bankir untuk mengelabui masyarakat atas
kenyataan ini. Dalam kurun sepuluh tahun terakhir ini saja belasan mata uang
berbagai negara direkalibrasi: Turki, Siprus, Slovakia, Romania, Ghana,
Azerbeijan, Slovenia, Turkmenistan, Mozambique, Venezuela, dll. Yang paling
spektakuler, tentu saja, adalah dolar Zimbabwe, yang dalam kurun lima tahun
terakhir mengalami tiga kali (2006, 2008, dan 2009) redenominasi, dengan
menghapus total 25 angka nol pada unit mata uangnya! Toh gagal juga, yang
berakhir dengan tidak dimilikinya mata uang nasional Zimbabwe, dan kini menerima
dolar AS sebagai mata uang mereka!
Catatan: tulisan ini adalah hasil up date dari tulisan
yang pernah dimuat di Harian Republika, 5 Agustus 2010, hal. 4
(Ukasyah/wakalanusantara.com/arrahmah.com)
- See more at:
http://www.arrahmah.com/news/2013/02/19/menghadapi-redenominasi-uang-rupiah.html#sthash.smMbf0QT.dpuf
Sunday, September 15, 2013
Peluang Bisnis: Jumlah Orang Kaya Bertambah
Krisis di pasar keuangan yang hingga saat ini
masih terasa, rupanya tidak berpengaruh terhadap segelintir orang. Harta mereka
malah naik, dan kini masuk dalam jajaran miliarder.
Hasil studi yang dilakukan oleh Wealth-X dan UBS
menemukan, secara global, jumlah miliarder bertambah dan sudah lebih dari 2.000
orang. Gabungan kekayaan mereka mencapai US$ 6,5 triliun atau lebih dari Rp
71,5 triliun.
Jumlah tersebut setara dengan sembilan kali lipat dari
produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun 2012. Sebelumnya, diperkirakan
hanya berjumlah 1.200-1.600 orang. Dalam laporan bertajuk: World Ultra Wealth Report yang
dikutip CNBC disebutkan, jumlah pemilik dana US$ 30 juta ada di bawah 200.000
orang. Khusus orang superkaya, dengan kekayaan lebih besar dari itu, pada tahun
ini bertambah 6 persen. Total kekayaan mereka mencapai US$ 28 triliun.
Angka itu cukup mengejutkan karena penambahan manusia
superkaya ini berasal dari Amerika dan Eropa. Padahal, sebelumnya, lebih banyak
datang dari negara-negara berkembang yang sedang tumbuh cepat seperti China dan
Brasil. Kendati
demikian, Wealth-X dan UBS memperkirakan manusia superkaya di Asia bakal
bangkit. “Asia akan melahirkan banyak orang superkaya dibandingkan dengan
Amerika dan Eropa dalam lima tahun ke depan,” ungkap laporan tersebut.
(CNBC)
Link terkait:
Wednesday, September 11, 2013
Peluang Bisnis: Memulai Bisnis Helicopter ?
Jika anda mempunyai ketrampilan sebagai pilot dan
memiliki izin untuk terbang, maka anda sebenarnya punya peluang untuk
mendirikan usaha jasa transportasi udara. Selain itu juga harus memiliki izin
untuk menjalankan usaha. Untuk mengoperasikannya, diperlukan ruang untuk kantor
operasional serta alokasi biaya sewa. Karena bandara udara pasti mempunyai
peraturan yang sangat ketat, maka peluang lebih mudah bisa dimulai dengan
bisnis helicopter.
Setiap bisnis pasti memerlukan bisnis plan, termasuk
jasa transportasi helicopter. Harus diingat bahwa harga sebuah helicopter
sangatlah mahal. Selain itu juga harus diperhitungkan biaya-biaya untuk
perawatan dan operasionalnya. Akan menjadi lebih baik jika anda dapat memiliki
helicopter itu sendiri.
Helicopter juga memerlukan tempat untuk hangar, anda
bisa menyewa sekaligus sebagai ruang kantor operasional. Pada saat bisnis siap
dimulai, akan diperlukan beberapa perizinan yang harus dipenuhi, seperti
asuransi dan perizinan-perizinan lain. Biaya desain kantor yang sederhana namun
professional. Jika memiliki dana yang besar, usaha ini bisa dijalankan secara
mandiri. Tetapi jika tidak memiliki dana yang signifikan, maka upaya untuk
bermitra perlu dilakukan.
Setelah itu harus memilih target market, lingkup
operasinya bisa antar provinsi atau lintas negara. Kemudian buka jaringan
dengan rumah sakit, kantor kepolisian, dan perusahaan-perusahaan yang
memerlukan jasa helicopter.
link: http://whiteskyaviation.co.id/wsa/
Subscribe to:
Posts (Atom)